Pengetahuan berupa konsep sangat berguna bagi pelajar terutama bagi pelajar yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi pengetahuan berupa konsep tidak akan cukup untuk menjadi bekal dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan, sehingga harus ada kemampuan yang diperoleh pelajar untuk bekal menuju dunia pekerjaan.
Namun perkembangan era globalisasi yang disertai banyak permasalahan kompleks, menyebabkan kebanyakan orang tidak memanfaatkan kebiasaan berpikir produktif dan cerdas untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal ini menyebabkan kebiasaan mental
"habits of mind" (
HoM) jarang digunakan, misalnya sedikit sekali orang yang selalu merencanakan dan mengelola segala sesuatu dengan baik, sedikit sekali orang yang selalu mencari kejelasan dan mencari akurasi, dan sangat sedikit orang berani mengambil resiko dalam pekerjaannya dan kebanyakan orang bekerja di daerah aman (Sriyati, 2011).
Padahal Sizer dan Sizer (1999) mengatakan bahwa tujuan pendidikan selain untuk mempersiapkan manusia untuk masuk ke dalam dunia pekerjaan, adalah membuat manusia dapat berpikir secara menyeluruh serta menjadi manusia yang bijak
(thoughtful and decent human being). Hal ini tentu menjadi penting terlebih, pergeseran ekonomi industri menjadi ekonomi berbasiskan modal manusia
(economic based economy) yang berimplikasi pada kemampuan mengelola informasi guna membuat keputusan.
Dalam hal ini, informasi memainkan peranan penting untuk membuat pertimbangan yang cerdas guna memuaskan keperluannnya. Selain itu, untuk mengolah informasi yang begitu banyak dan cepat diperlukan untuk pemahaman terkait dasar-dasar pembuatan keputusan ekonomi yang cerdas. Tentu hal tersebut tidak akan mungkin dihasilkan kecuali melalui kebiasaan berfikir
(habits of mind).
Marzano (1994) yang diperkuat oleh Rustaman (2008) mengemukakan bahwa kebiasaan berpikir
(habits of mind) sebagai salah satu dimensi hasil belajar jangka panjang (learning outcomes). Habits of mind yang dikembangkan oleh Marzano (1993) meliputi sikap dan persepsi terhadap belajar (dimensi 1), memperoleh dan mengintegrasikan pengetahuan (dimensi 2), memperluas dan menghaluskan pengetahuan (dimensi 3), menggunakan pengetahuan secara bermakna (dimensi 4) dan memanfaatkan kebiasaan berpikir produktif (dimensi 5). Beberapa ahli pendidikan (Ennis, 1987; Paul, 1990; Costa, 1991; Perkins, 1984; Flavell, 1976; Zimmerman, 1990; Amabile, 1983 yang diperkuat oleh Marzano et al.,1993) menempatkan kebiasaan berpikir ke dalam tiga kategori yaitu self-regulation, critical thinking dan creative thinking.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan mental habits of mind dapat diperkenalkan, dibentuk, digali, dilatih, dikembangkan, dan diperkuat menjadi lebih baik melalu berbagai strategi. Sidharta (2005) mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir dapat dilatihkan guru kepada siswa melalui skenario pembelajaran tertentu, yaitu dengan memberikan materi yang tidak terlalu banyak tetapi mendalam, karena tujuan belajar bukanlah mengakumulasikan dari berbagai fakta tetapi kemampuan untuk menggunakan sejumlah kecil pengetahuan dasar untuk memprediksi atau menjelaskan beragam fenomena sehingga siswa mendapatkan manfaat dari sedikit pengetahuan yang diingat dan dipahami. Pembelajaran yang mengembangkan habits of mind dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang lebih baik dalam diri siswa (Risnosanti, 2011).
Penelitian Anwar (2005) dan Sriyati (2011) menunjukkan bahwa pembentukan dan peningkatan habits of mind dapat meningkatkan hasil belajar, membentuk karakter yang lebih baik dan menimbulkan kepedulian mahasiswa. Cheung dan Hew (2008), menyatakan bahwa self-regulation dan bersifat terbuka merupakan bagian dari indikator habits of mind yang dapat digali melalui partisipasi.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, diketahui bahwa kebiasaan mental habits of mind memiliki indikator yang beririsan dengan pendidikan karakter yang diberlakukan pada kurikulum saat ini.
Pembentukan dan pengembangan habits of mind pelajar melalui pembelajaran, sama halnya seperti ungkapan sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui, artinya guru tidak hanya melatihkan kebiasaan berpikir cerdas (habits of mind) melalui pembelajaran, tetapi sekaligus mendidik siswa menjadi pribadi dengan karakter positif yang unggul, dapat meregulasi diri, peduli, tekun, jujur, ingin tahu, kritis, kreatif, bekerja sama, dan sebagainya.|
Seiring keberadaan habits of mind, maka penguasaan konsep materi hanya merupakan dampak ikutan (nurturant effect) dari proses belajar yang dilaksanakan oleh guru (Zainul, 2008: Race, 2011). Riset-riset terbaru menunjukkan, betapa banyak cara kita belajar sudah harus diubah. David Coyle dalam buku The Talent Code (2010) menunjukkan kemajuan yang dicapai dalam neuroscience yang menemukan bahwa manusia cerdas tidak hanya dibentuk oleh memori otak, tetapi juga memori otot (myelin).
Ditunjukkan bahwa memori (daya ingat) kita bukan cuma “tape recorder”, perekam data saja, tapi ternyata benda hidup (living structure) suatu benda hidup yang punya kemampuan dalam ukuran luar biasa (nearly infinitive size of scaffold). Benda yang makin banyak difungsikan untuk berpikir, makin terlatih dia untuk menghadapi dan memecahkan kesulitan dan tantangan yang ada, dan makin banyak memori yang kita bisa bangun dan simpan. Sementara Carol Dweck dan Lisa Blackwell (2011) menemukan bahwa anak-anak yang secara akademik dianggap cerdas berpotensi menyandang mindsettetap sehingga kecakapannya untuk berkembang menjadi terhambat. Sehingga dalam hal ini, kebiasaan berfikir berperan dalam meningkatkan kemampuan penguasan konsep materi yang kita miliki.
Dalam konteks pendidikan ekonomi penguasaan konsep materi ekonomi berkaitan dengan pengembangan economic literacy. Economic literacy atau yang lebih kita kenal dengan istilah “melek ekonomi”, mulai dianggap penting sejak akhir tahun 1990. Bahkan, di negara-negara maju dan berkembang economic literacy dianggap sangat penting untuk diketahui oleh warga negaranya. Pengetahuan tentang economic literacy disejajarkan dengan pentingnya “melek huruf” dan “melek teknologi”. Hal ini dilatarbelakangi adanya asumsi bahwa semua aspek kehidupan banyak berhubungan dengan masalah ekonomi.
Economic literacy atau juga disebut dengan melek ekonomi merupakan pengetahuan tentang ekonomi yang hal ini sangat diperlukan karena setiap kegiatan manusia tidak terlepas dari masalah ekonomi. Masalah utama di dalam ekonomi adalah masalah kelangkaan atau scarcity sehingga masyarakat harus memiliki cara untuk menentukan komoditi apa yang akan dibuat, bagaimana komoditi itu di buat dan untuk siapa komoditi itu dibuat. Sehingga dalam hal ini masyarakat diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat. Jika masyarakat telah celik ekonomi maka diharapkan dapat mengambil keputusan yang tepat baik sebagai konumen, produsen, investor dan warga negara (Caplan, 2004)
Sehingga pada gilirannya, pengembangan habits of mind dan penguasaan konsep bahan ekonomi berkaitan dengan pengembangan literasi ekonomi. Hal ini dipertegas oleh Mathews (1999) bahwa literasi ekonomi sebagai kemampuan individu untuk mengenali dan menggunakan konsep-konsep ekonomi dan cara berpikir ekonomi untuk memperbaiki dan mendapatkan kesejahteraan. Makna kemampuan (ability) mengindikasikan bahwa pemahaman literasi ekonomi dihasilkan melalui proses belajar yang berkesinambungan.
Sesuai dengan penjelasan diatas maka, literasi ekonomi berperanan penting terhadap pembentukan habit on mind. Namun sayangnya, perkembangan pendidikan ekonomi di Malaysia yang belum sedemikian dinamik dibandingkan negara-negara lain. Apakah ini bukti bawa pendidikan kita masih terlalu didominasi pemikiran sains sehingga cenderung diskriminatif terhadap perkembangan ilmu sosial lain, tidak terkecuali ekonomi.
Sumber : http://www.habitsofmind.org/
0 Comments